Senin, 29 November 2010

Based on True Story : Sepenggal cerita tentang NOVEMBER RAIN (unforgetable moment)

Hujan baru saja mereda ketika semburat pelangi muncul di angkasa. Aku diam menatapnya dari balik kaca jendela. Berharap lukisan langit itu tidak cepat memudar.

“Indah ya, dek?” Tanya Bebel yang kini sudah ada disampingku. Aku mengangguk pelan tanpa menoleh.
“Ya. Pemandangan langit setelah hujan reda memang sangat indah. Itu sebabnya kenapa gue…”
“Suka banget sama hujan?” sela Bebel padaku.
 “Gue tahu kok. Setiap hujan tiba, loe bakal duduk di dekat jendela memandang butirannya. Lalu setelah reda, loe bakal pindah ke atap, buat memandang langit—menunggu pelangi, atau hanya sekedar mengangumi kabut yang menyelimuti perbukitan? Gue tahu semua kebiasaan loe, kok. Loe suka kesendirian” jelasnya pajang lebar, membuatku bungkam. Aku tak pernah menyangka, bahwa dia akan terus mengingat kebiasaanku itu. Sesuatu yang dulu pernah kita lakukan bersama.

“Terkadang gue kangen bareng-bareng lagi, dek. Marathon, hujan-hujanan, menghitung bintang, nulis puisi, denger musik. Gue kangen semuanya. Namun terkadang, segala sesuatu tidak selalu berjalan seperti yang kita mau. Kita nggak bisa mengulang masa lalu. Semua hanya bisa kita kenang. Tapi gue nggak menyesal dengan perpisahan ini, sebab kita ini layaknya barisan abjad yang membentuk sebuah kata, puisi-puisi dan lain sebagainya. Jarak adalah hal terpenting agar kata itu menjadi bermakna”

Aku terngugu mendengar ucapan Bebel itu. Sebagai sahabat, aku tak pernah menyadari bahwa dia juga bisa terluka.

“Setidaknya perpisahan ini mengajarkan kita suatu hal, bahwa kehilangan itu amat menyakitkan. Namun lebih menyakitkan jika kita malah membiarkan kehilangan itu menjauhkan kita tanpa kata” ungkap Mimi diikuti anggukan Bebel.

Kemarin, aku berharap rinai turun menemani langkahku. Berpikir dia akan melebat dan menyembunyikan lukaku dibawahnya.

Lalu hari ini hujan turun, pelan-pelan menghapus jejak yang dia tinggalkan sehabis berlalu.

Dan hari ini juga, aku melihat terang sehabis hujan reda. Bergulir, dia membasuh kabut yang sejenak menggelayut dimataku. Sebagai bonusnya dia hadiahi pelangi tersenyum untukku, dan membiarkan tawaku lebur bersama pijar mentari. 

Benar yang dia katakana. Kita hanya perlu jarak untuk membuat kenangan itu menjadi berarti. []


--------

for my beloved friend (Wieke, Rona, Mimi, Rita)

Selasa, 16 November 2010

Menjelma Kunang-Kunang


Jika sudah tiba saatnya nanti untukku pergi,
aku ingin pergi dengan membawa cinta ini.
tidak ada yang perlu disesalkan.
setidaknya aku pernah bahagia memilikinya.
kau menuliskan kisah yang teramat manis untukku.
semanis madu yang sering kubawakan untukmu,
seindah langit yang kaulukis dipenghujung senja,
dan seterang pendar kunang-kunang yang kau bungkus dalam toples kenangan itu.
kau tahu, semua itu sudah lebih dari satu hal yang kuinginkan.
aku hanya ingin kau menatapku dan berkata "kau cantik hari ini",
hanya itu.
tapi kau memberiku lebih.
maka, kelak jika sudah tiba waktuku,
aku akan pergi dengan membawa cinta ini.
dan jangan kau tanyakan aku kemana?
sebab aku tidak akan kemana-mana.
di depanmu, aku akan menjelma kunang-kunang....

Senin, 15 November 2010

Autumn Day (waiting)


Dear Be,
sudah Autumn lagi, nih.
langit terlihat berwarna di atas kepalaku,
merah, kuning, hijau, coklat.
tampak indah dalam mata beningmu.
kau tahu,
aku sangat ingin menikmati Autumn bersamamu,
melihat dedaunan berguguran disepanjang perjalanan,
melihat tawa kita bertebaran meski nanti winter akan menghapus jejaknya juga.
aku tidak peduli.
aku hanya ingin autumn.
warna-warninya membuat perasaanku lebih baik.

aku sangat ingin, be.
tapi aku tidak tahu kapan.
mungkin lain kali,
saat kau kembali menawarkan jemarimu untuk menggenggamku.
aku akan menunggu....

Rabu, 10 November 2010

Tomku (2)

Dear be,
kau masih ingat tidak dengan pas foto yang kucuri dari lembar biodatanya?
pas foto berukuran 3 x 4 itu belum memudar di dompetku,
aku masih menyimpannya dengan baik,
meski letaknya benar-benar tersembunyi dari ruang lainnya,
sedetikpun aku tidak pernah lupa tempatnya.
di sebelah kanan lipatan dompetku,
tersembunyi dibawah uang seribuan lama yang kupakai sebagai jimat,
berdekatan dengan pas fotoku masa SMP.
kau masih mengingatnya, be?
kau pasti tidak percaya, nomor telponnya bahkan masih menghias phonebook-ku.
suer,
aku sangat merindukannya.
maukah kau sambungkan telepatiku?
perdengarkan suaranya padaku, be.
I miss him so much...

Tomku


Dear be,
dia masih memakai style yang sama ketika aku mengaguminya,
hanya saja kameja bergaris horizontal itu lebih sedikit mendewasakannya,
selebihnya dia masih sama.
celana gomborong,
sepatu volcom,
satu anting magnet hitam disebelah kirinya,
jam tangan disebelah kanannya,
sebatang rokok terselip diantara jemarinya,
rambut cepak yang masih sama,
dan kerutan yang sama menghiasi ketika senyumnya menyapaku.
dia masih Tomku yang dulu, be.
dan siang ini, diam-diam aku mencuri sepotong tatapnya lewat gambar tersembunyi itu.
sampaikan salamku padanya, be.
katakan, "Aku merindukannya"