Aku sangat senang ketika kau menghentikan waktu di depanku. Sejenak kita bercengkrama—bercerita tentang waktu, pekerjaan, cuaca dan tentang apa saja yang telah menjaga kita.
Terakhir kali aku melihatmu, kau memberikan mawar padaku. Namun aku malah meninggalkannya disana dan membiarkannya mati. Apa kau masih marah?
Setelah kepergianmu, setiap hari aku berusaha kembali ke bulan Desember. Ternyata kebebasan tidak berarti apa-apa. Aku malah kehilanganmu. Terkadang berharap bisa menyadari sebelumnya apa yang pernah aku miliki ketika kau bersamaku. Maka dari itu, aku kembali ke bulan Desember, berharap semua akan baik-baik saja.
Hari-hariku terasa sangat asing. Hanya facebook ini yang terus memutar ulang kenangan tentangmu. Hari ulang tahunmu berlalu dan aku tidak menelpon.
Aku selalu mengingat musim panas waktu itu. Semuanya indah sekali. Aku melihatmu tertawa di sampingku. Lalu menyadari bahwa aku mencintaimu meski musim berganti gugur. Kemudian musim dingin datang. Hari-hari terasa gelap. Rasa takut merayap dalam pikiranku. Kau memberikanku semua cinta dan yang kuberikan padamu adalah ucapan selamat tinggal.
Tapi kini, aku menelan kesombonganku. Berdiri di depanmu dan mengatakan maaf untuk malam itu
Aku rindu pada kulitmu, senyum manismu, kebaikanmu—semua hal tentangmu. Sungguh. Dan bagaimana kau memelukku di malam bulan September—saat pertama kali kau melihatku menangis.
Mungkin ini adalah harapan kosong. Mungkin juga mimpi. Tapi jika bisa mencintaimu sekali lagi, aku bersumpah ingin mencintaimu dengan sungguh-sungguh.
Aku ingin memutar waktu kembali dan mengubahnya. Tapi aku tak bisa. Kau sudah mengunci pintu hatimu rapat-rapat. Dan aku mengerti dengan itu semua.
--Terinspirasi dari Back to December-Taylor Swift--