Selasa, 27 Agustus 2013

Mungkin Memang Harus Kamu





...khayalan ini menjadi nyata, di kala kisah cinta menyapa,tepat pada waktunya


"Ini." Katamu pada sore yang berkabut itu. Anak-anak rambutmu berserakan dipelipis. Kau mengabaikannya. Aku malah ingin menyentuh dan menepikannya. Biar aku bisa menatap teduh matamu yang belakangan seperti kehilangan harapan.

"Apa ini?" tanyaku bingung. Ditangamu tergengenggam setumpuk pasir yang sedikit basah. Baru saja, ombak menjilatinya dibawah kakimu. Aku melihatmu memungutnya sedemikian rupa. Aku mereka-reka, untuk apa kau berikan setumpuk pasir itu padaku?

"Anggap saja ini hatiku yang ingin kutitipkan padamu." 

"Eh?" Kau mengangsurkan genggamanmu begitu dekat. Beberapa tumpuk lagi terjatuh dari genggamanmu. Kau menatapnya sedih. Sebenarnya, aku yang lebih sedih lagi menatap kau begini.

*****

syukurlah aku temukanmu, 
penunjuk mata anginku.
menuju utara, ataupun tenggara, 
bersamamu kupercaya

Kita baru bertemu 2 hari yang lalu. Di sini, tanpa sengaja. Kau menyapaku yang tengah menikmati pemandangan manusia di jalan Malioboro. Waktu itu aku sedang menyantap semangkok bakso secara perlahan. Aku saat itu sedang berbahagia menikmati waktu liburanku, sementara kau kulihat tampak babak belur.

"Apa yang terjadi padamu?" kutanyakan padamu waktu itu. Kau bilang, kau sedang melarikan diri. Tanpa sungkan, kau bercerita banyak tentang perjalananmu. Kau ternyata sedang patah hati. 

"Aku pulang untuk melamarnya, tapi dia malah meninggalkanku." katamu pilu. Aku tidak berkata apa-apa waktu itu, hanya hatiku sedikit berbisik, "mungkin dia bukan jodohmu."

Kau larut dalam sedihmu hari itu, dengan aku di sampingmu yang tengah berbahagia menyantap baksoku dengan lahap.

*****

syukurlah kali ini cinta, 
berjalan dengan mudahnya,
mungkin saja kamu, 
mungkin hanya kamu, 
mungkin memang harus kamu, Jodohku...

"Ini." Ulangmu lagi. Aku menatap matamu bimbang. Bagaimana kau bisa percaya aku akan menjaganya dengan baik? Bagaimana kau bisa percaya aku tidak akan membuatnya berceceran lagi.

"Aku tidak tahu bagaimana. Yang aku tahu, aku ingin mempercayai seseorang saja. Entah bagaimana, langkah ini membawaku padamu."

"Ini." katamu sambil menumpahkannya ke dalam talapak tanganku. Dibawahnya tanganmu ikut mengembang, melindungi celah-celah yang menganga. 

"Bolehkah untukku saja?"
"Eh?"
"Hatimu. Kau bilang hanya dititipi. Bolehkah untukku saja? Biar jemariku tidak terasa hampa bila kau ambil lagi." tanyaku lirih.
"Sebenarnya, hatiku memang untukmu. Untuk diletakkan dalam genggamanmu. Untuk kau simpan selamanya." jawabmu meyakinkanku.

Hari ini, aku melihat kabut menepi dari matamu. Aku bisa melihat pantulan wajahku di sana. Kau tampak bahagia menemukanku. Aku bahkan lebih daripada itu.

Love like a sunshine in the morning,
love now I'm sure this feeling
I love you, you love me, we're in love
You are the love




Lirik By. Tangga

Selasa, 13 Agustus 2013

Seseorang Yang Lain




Oleh : Gede Bagus 


Seperti angin dibawah sayapmu
Seperti itulah cintaku padamu
Biar aku berat asal kau terangkat
Terbanglah sebebas yang kau damba

Seperti kayu terbakar oleh api
Seperti itulah cintaku padamu
Biar aku musnah asal kau percaya
Bersinarlah saingi mentari

Seseorang yang lain menggantikan aku
Mengambil tempat yang pernah menjadi milikku
Seseorang yang lain menggantikan aku
Merebut hati yang dulu menjadi milikku

Seperti petir yang bersihkan dunia
Seperti itulah cintaku padamu
Biar aku seram asalkan kau tentram
Segarlah sesegar embun pagi

Apa dosa yang telah kulakukan
Hingga doa ini tak sampai

Seseorang yang lain menggantikan aku
Mengambil tempat yang pernah menjadi milikku
Seseorang yang lain menggantikan aku
Merebut hati yang dulu menjadi milikku, terlalu, terlalu

Seperti daun yang gugur dengan rela
Seperti itulah cintaku padamu
Biar aku mati asal kau abadi
Hidup penuh cinta tanpa aku lagi



Senin, 12 Agustus 2013

Hello, Goodbye

Source


Sore itu, aku menemuimu duduk pada anak tangga di depan rumah. Kau tampak rapi dengan kaos birumu itu dan kaca mata berbingkai hitam itu membuat kau tampak semakin menarik. Aku merasa, selalu jatuh cinta setiap kali menemukanmu di beranda rumahku.

"Hai" sapamu gugup. Aku membalas dengan anggukan sembari mengambil tempat di sisimu.
"Lama menunggu?" tanyaku basa-basi. 
Kau menggeleng cepat. "Nggak."

Lalu hening. 

Beberapa menit lamanya kita hanya berkata-kata dalam hati. Mereka-reka isi kepala, merangkai kata atau hanya menikmati rinai-rinai halus yang turun dari langit. 

"Kamu kapan pulang?" tanyaku akhirnya.
"Sudah 2 minggu. Besok juga udah mau berangkat." jelasmu pelan. Jantungku berdegup cepat hingga nyaris mengaburkan jawaban yang susah payah kau rangkai.

"Ooh.." hanya kata itu yang mampu kulemparkan untuk menekan nyeri di dadaku. Aku dan kamu kembali dipaku gagu. Entah sejak kapan kegaguan ini melingkupi kita. Entah sudah berapa baris jeda yang kita ciptakan untuk merangkai kata. Kau mungkin bosan, tapi aku tidak. Saat duduk di sampingmu, meski hanya hening adalah saat-saat paling kusuka. Aku selalu menikmati waktu bersamamu--meski sejenak.

"Selamat tinggal."
"Eh?"
"Aku ke sini hanya untuk mengucapkan itu." katamu lirih.
"Kenapa?"
"Aku menemukan seseorang." jawabmu semakin lirih.
Aku terdiam. Ada sesak menyekap. Dadaku dipenuhi gelembung-gelembung tangis. Sangat sesak. 

Tiba-tiba kau berdiri. Aku menengadah, memandangi wajahmu yang semakin jauh dari padangan. Lalu kau pergi begitu saja. Memunggungiku. 

Aku tahu, setiap kali kau kembali, kau juga selalu pergi lagi. Aku sudah hafal gerak-gerikmu. Dulunya, aku selalu berpikir, kau akan tetap seperti ini. Kembali padaku. Akhir-akhir ini berbeda. Aku akhirnya sadar, kau kembali sampai kau tahu ada tempat yang lebih baik untuk kembali. 

Pintu pagar di depan rumah berderit ketika kau melangkah ke luar. Aku teringat, ada hal yang perlu ku sampaikan padamu. Sebelum kau pergi. Sebelum terlambat. Kau harus tahu.

"Aku juga menemukan seseorang. Dia sangat baik. Tapi aku memilih menutup mata dan bertahan denganmu....."

"Aku bukannya tidak bisa melupakanmu. Tapi belum."

Kau mematung di depan sana. Tak jauh dari tempatmu, aku menunduk menahan tangis. 

Sore itu hujan turun sangat deras. Menampar-nampar wajahmu yang berlari kencang dalam hujan meninggalkanku dengan tangis yang tak terbendung.

"Selamat tinggal." bisikku lirih.

Kali ini aku berfirasat, kau benar-benar tidak akan pernah kembali lagi.



Dalam Doaku


Gambar dari Weheartit


Oleh Sapardi Djoko Damono


"Dalam doaku subuh ini kau menjelma langit yang semalaman tak memejamkan mata,
yang meluas bening siap menerima cahaya pertama,
yang melengkung hening karena akan menerima suara-suara

Ketika matahari mengambang tenang di atas kepala,
dalam doaku kau menjelma pucuk-pucuk cemara yang hijau senantiasa,
yang tak henti-hentinya mengajukan pertanyaan muskil kepada angin
yang mendesau entah dari mana

Dalam doaku sore ini,
kau menjelma seekor burung gereja yang mengibas-ibaskan bulunya dalam gerimis,
yang hinggap di ranting dan menggugurkan bulu-bulu bunga jambu,
yang tiba-tiba gelisah dan terbang lalu hinggap di dahan mangga itu

Maghrib ini dalam doaku kau menjelma angin
yang turun sangat perlahan dari nun di sana,
bersijingkat di jalan dan menyentuh-nyentuhkan pipi
dan bibirnya di rambut, dahi dan bulu-bulu mataku

Dalam doa malamku kau menjelma denyut jantungku,
yang dengan sabar bersitahan terhadap rasa sakit yang entah batasnya,
yang setia mengusut rahasia demi rahasia,
yang tak putus-putusnya bernyanyi bagi kehidupanku

Aku mencintaimu,
Itu sebabnya aku takkan pernah selesai mendoakan keselamatanmu




Apalagi yang bisa kulakukan?


Kau tahu, aku tidak bisa menahanmu meski sangat ingin.
Aku juga tidak bisa jatuh cinta lagi, apalagi berpaling.
Aku bisa melakukan banyak hal, tapi tidak bisa mengenyahkan kamu begitu saja.
Jadi, hanya itu yang bisa kulakukan.
Menunggumu kembali.