Itulah aku dalam cerita ku.
Lelah,
Berontak,
Menunggu,
Kesepian,
Itulah dunia ku.
Tidak tahukah kau,
Selalu aku yang menjadi tokoh utamanya...
Senin, 07 Juni 2010
Jumat, 04 Juni 2010
Percakapan Hati
Kau tahu, diluar sana masih terdengar desir angin diselai rintik hujan.
Menderu lambat dan basah.
Aku ingat ketika kau ceritakan tentang peri musim itu.
Kita selalu menyukai hal yang sama.
Menyukai percakapan yang kita lantunkan.
Tidak ada emosi, tidak ada instruksi.
Hanya percakapan yang mengalir begitu saja.
Kita menyukainya bahkan menikmatinya.
Tidak peduli meski itu tentang sesuatu yang mustahil kita dapatkan.
Bagi kita, itu adalah percakapan terindah.
Percakapan yang tidak bisa digantikan, meski bersitatap muka.
Tidak akan sama.
Sebab ketika jauh, kita melakukannya dengan hati.
Karna itu adalah milik kita
Percakapan hati..
Padam
Aku pernah menjaga terang itu untuk mu.
Tak letih ku tepis angin yang lalu lalang di dekatnya.
Tak ku hiraukan rasa sakit ketika terang itu menyengat ku.
Ku jaga sinarnya dari redup yang kian memburam.
Itu ku lakukan untuk mu.
Untuk apa?
Pernah suatu hari tanya itu terlontar dari bibir mereka.
Tapi aku membungkam.
Memilih menutup mata dengan semua ragu.
Lalu ku tanya padamu sampai kapan?
Tapi kau diam.
Kau abaikan letih ini.
Bahkan memilih berlalu.
Kau menghilang begitu saja, lalu kembali begitu saja.
Aku bertahan. tapi sampai kapan?
Pelan-pelan ku bertanya pada hati yang lelah ini,
Lalu ia menggungam.
Dan aku tak perlu meminta jawaban mu lagi, sebab kau tak akan pernah tahu jawabannya.
Akhirnya ku padam kan terang itu dari hati ku, dan berlalu.
Maaf, ruangan ini sudah tak berpenghuni...
I Just Want Missed You
"Ku harap begitu"
Percakapan singkat itu cukup untuk mengakhiri semuanya. Mengakhiri kisah yang pernah terjadi di antara kita. Meski ada pertarungan hebat yang terjadi dengan batin masing-masing. Seharusnya kalimat ini sudah kita ucapkan sejak awal. Seharusnya kita mengakhiri cerita ini. Sebab, apapun yang terjadi, ini hanya akan menjadi sia-sia. Kisah kita tanpa masa depan. Kita terlahir dengan dua sisi yang berbeda. Dan itu tidak akan pernah menjadi sama.
Aku melihat mu berbalik. Menatap punggung mu, yang terlihat kelelahan. Aku menangis terisak, namun tak bisa berbuat apa-apa.
Aku melihat mu berbalik. Menatap punggung mu, yang terlihat kelelahan. Aku menangis terisak, namun tak bisa berbuat apa-apa.
Jangan pergi.
Betapa ingin ku ucapkan kata itu pada mu. Aku ingin kau tinggal lebih lama lagi, disini-bersama ku. Namun lidah terlalu kelu untuk berucap. Jika aku boleh berharap, aku ingin dapat menghentikan waktu. Aku tak ingin melihat matahari. Matahari baru, berarti hari yang baru. Hari yang baru, berarti akhir dari segalanya. Aku tak butuh hari esok. Sebab jika esok datang, artinya kau tidak akan ada lagi bersama mu.
Kenapa akhirnya harus seperti ini? Kenapa nasib tidak membiarkan mu tinggal lebih lama? Dan kenapa harus kau orangnya?
Aku menghirup udara yang terasa pekat dan menyesakkan ketika kau meninggalkan ku. Seolah udara itu menyusut, terbawa bersama mu. Aku tahu, di waktu-waktu ke depan tidak akan ada diri mu lagi di sini. Aku tidak akan melihat mu di sini, bercengkrama dengan sinisme yang kau tunjukkan. Aku benci itu, tapi tanpa sadar menikmatinya.
Kau tahu, hati ku kini telah ku berikan pada seseorang dan kini orang itu akan membawanya pergi. Kau. Kau lah orangnya. Aku tak tahu kenapa harus kau? Tapi aku memang sangat menginginkannya.
Kita saling mengenal dengan cara dan akhir yang tak terduga. Mungkin kau benar, seharusnya aku juga bersyukur, bisa bertemu dengan seseorang seperti mu. Dan jatuh cinta. Dan merasakan patah hati. Dan tegar menghadapinya. Sesuatu yang mengingatkan bahwa kini kita telah beranjak dewasa. Akhirnya aku tahu rasa tersiksa, ketika patah hati dan menikmatinya. Jadi, akhirnya memang harus begini. Tidak ada sesal.
Maka dari itu kita disini. Menikmati saat-saat terakhir bersama. Hanya kita berdua. Lalu membiarkannya tertinggal di masa lalu. Dunia kecil kita, dimana tak ada orang yang tahu.
I just want missed you...
Minggu, 23 Mei 2010
be with u
Tak ingin lagi kesepian
Tak ingin lagi tercengkram ketakutan
Hanya ingin berbincang dengan mu
Bersama secangkir teh yang masing mengepul
Bersama sensasi percikan hujan dari balik kaca
Hanya bersama mu menikmati petang nan jingga
Jumat, 21 Mei 2010
Aku dan Kenangan
Jika kenangan tak membagi dukanya kepada ku,
barangkali aku tak akan pernah menemui esok hari,
dimana semua kesedihan tersapu bersih oleh hembusan sang bayu pagi,
akan tak akan melihat mata-mata penuh sinar,
menatap bangga pada sejumput senyum yang ku tawarkan sebagai pembuka hari
Jika saja kenangan ku biarkan terkubur mati,
bersama luka yang sesaat bisa mengering,
barangkali saat ini, aku tak akan berdiri dengan kaki ku sendiri
Jika kenangan masih setia bersama ku,
erat,
kan ku ceritakan pada dunia tentang beribu-ribu kisah yang dikubur waktu...
****
Kamis, 13 Mei 2010
Bukan Salah Ku, Maaf...
Tak banyak yang bisa ku sampaikan pada mu
hanya kata maaf
maaf jika kesempatan itu sudah habis
bukan salah ku
bertahun-tahun lalu aku sudah memberikannya
tapi kau melewatkannya
bukan salah ku
bertahun-tahun lalu aku berusaha bertahan
tapi kau mengecewakan ku
bukan salah ku
bertahun-tahun lalu aku menghabiskan tangis ini untuk mu
tapi kau menertawakan ku
dan jangan salahkan aku
jika pada akhirnya aku menutup kembali semua pintu
tidak akan ku buka lagi untuk mu
tangis ku sudah habis untuk mu
rasa ku telah mati untuk mu
hati ku telah tertutup untuk mu
MAAF...
BUKAN SALAH KU...
****
Habis Sudah
Aku mencoba menyesap aroma mu di dalam cangkir rindu ku
hmm...tak berasa
tidak itu manis
pahit
maupun getir
hanya tawar yang terasa
sedikit tertegun hati ku dibuatnya
nyaris melayang nyawa ku seketika
tapi
hahaha...aku tertawa
lega
setidaknya itu memberi jawab semua tanya
rasa itu telah kau habiskan segera
tanpa bersisa
tidak
bahkan setelah aku memohon sedikit aromanya...
***
Senin, 03 Mei 2010
Dia Memilih
...Dia termenung di sudut kamar itu. Sendirian. Sepi. Pikirannya jaun terbang melayang. Dilema. Bagaimana rasanya bisa sesakit ini. Ia harus melewati waktu-waktu terberat sendirian, sekarang dia juga harus memilih untuk mengubur rasanya rapat-rapat. Demi sahabat dan juga gadis masa kecilnya. Entah berapa banyak luka yang ia pendam, tak terhitung mungkin. Tapi ia bertahan, toh sebentar lagi luka itu juga akan terkubur bersamanya.
Dia masih termenung di sudut kamar itu, memandang rinai yang mulai membasahi daun pintunya. Rintiknya semakin lebat, hingga mulai mengguyur sakit di hatinya. Perih terasa meremas jantung. Ah, mengapa sesakit ini rasanya, Tuhan....
Dia pun membayangkan seraut wajah manis di depannya bersamaan dengan kematiaan yang sudah di depan mata. Ah, mengapa seberat ini meninggalkannya....
.......
Sabtu, 01 Mei 2010
Hampa
Aku termenung di tempat ini. Tempat yang menjadi kenangan kita berdua. Huff...aku menghempaskan nafas begitu saja, tanpa jeda, tanpa kata. Yang ku pikirkan, kenapa masih berarak mendung di sini? Padahal banyak pelangi di ujung sana.
Aku menatap langit yang menjadi kelabu tiba-tiba. Awan-awan berlari dari gulungan hitam yang menyelimutinya. Aku menjadi gusar sendiri, kendati bara di hati belum jua menjadi padam. Padahal hawa terasa semakin menggigit.
Ah, ku rasa aku sudah mulai mati rasa. Rinai perlahan pun mulai turun dari penampungannya. Dan aku, masih belum beranjak dari tempat pertama ku berdiri. Awalnya terasa nikmat, sejuk dan dahaga lenyap seketika. Namun, ketika rinai itu berubah menjadi hujan, yang ku rasa aku kedinginan. Tapi tetap tak beranjak.
Entahlah apa yang ku pikirkan kini. Aku masih tak bergeming dari pucat yang memutih di kulit ku. Tangan ku mengkerut. Semua terasa kasat.
Ugh, bara itu belum juga memburam, yang ada hanya kesenyapan. Tidak itu percikan maupun kepulan. Hanya hampa...kosong...lengang...
Dan aku masih setia di sini....
****
Langganan:
Postingan (Atom)